Kamis, 05 Januari 2012
Rabu, 04 Januari 2012
Tafsir Al-Qur'an
AL Quran sebagai sumber ajaran islam yang
pertama.
Al
Quran di turunkan oleh Allah swt kepada manusia untuk di jadikan sebagai
huda,bayyinat nin al-huda,furqan dan adz-dzkir.
Upaya-upaya
untuk menafsirkan ayat-ayat al quran yaitu guna untuk mencari dan menemukan
makna-makna yang terakandung di dalamnya
setelah di lakukan sejak zaman rasullulah saw. Susuna al quran yang tidak
sistematis juga merupakan alas an tersendiri mengapa penafsiran dan penggalian
terhadap makna ayat-ayat al quran yang menjadi tugas umat yang tidak akan
pernah berakhir .
Tafsir
sebagai usaha memahami dan menerangkan maksud dan maksud kandungan ayat-ayat suci al quran telah mengalami perkembangan yang cukup
bervariasi.
·
Ragam
penafsiran al quran
Kata metode ini berasal dari bahasa Yunani
metha berarti jalan dan bodos berarti yang di lalui/di lewati .jadi metode
bearti jalan yang di lalui Dalam bahasa inggris kata ini di tilis method ,dan
dalam bahasa arab biasa di sebut thariqat dan manhaj.
Secara umum metode penafsiran ada 4,yaitu
metode Tahlily(metode analitis),metode muqarin(metode komparatif),metode Ijmaly
(metode global) Dan metode Mauwdluy(metode trematik)
1)Metode
Tahlily
Tafsir
dengan metode tahlily adalah btafsir yang berusaha untuk menerangakan arti
ayat-ayat al quran dari berbagai seginya ,berdasarkan urutan-urutan ayat atau
surah dalam mushhaf.Metode tahlily banyak di gunakan oleh ulama-ulama terdahulu
,namun di anatara mereka ada yang mengemukakan kesemua hal tersebut di atas
dengan panjang lebar (ithnab),seperti Al-alusy,al-Fakhr al razy dll.
Menurut al Farmawi beberapa corak tafsir
yang tercakup dalam tafsir tahlily yaitu:
1)Al
–tafsir bi al-mat’sur(Riwayah)
2)Al-Tafsir
bi al-Ra’y
3)Al-Tafsir
al-shufy
4)Tafsir
al-Fiqhi
5)Tafsir
al-Falsafy
6)Al-Tafsir-Ilmy
7)Al
Tafsir al-Adaby al-ijtima’y
2.Tafsir
Ijmaly,
Tafsir Ijmaly yaitu tafsir yang menafsirkan
al-Quran dengan cara singkat adan global
tanpa urain panjang lebar.Dengan metode ini mufasir menjelaskan arti dan
maksud ayat dengan uarain singkat yang dapat menjelaskan sebatas artinya tanpa
menyinggung hal-hal selain arti yang di kehendaki
Di anatara kitab-kitab tafsir dengan metode
ijmaly yaitu ,tafsir jalalyn karya jalal al-Din al-Suyuthy dan jalal al-Din al din
al-Mahally,Tafsir al Quran al-Adhim oleh Muhammad Farid Wajday,dll.
3.Tafsir
al-Muqarin
Tafsir Muqarin adalah penafsiran sekelompok
ayat al quran yang berbicara dalam suatu masalah dengan cara membandingkan
antara ayat dengan hadis baik dari segi isi maupun redaksi atau anatara
pendapat-pendapat para ulama tafsir dengan menonjolkan segi-segi perbedaan
tertentu dari obyek yang di bandingkan .
Contoh tafsir muqarin yaitu,apa yang di
lakukan M.Quraish sihab dalam di sertasi doctornya yaitu dengan membandingkan
anatara lafadz dan kandungan makna ayat 151dari surat al-an’am dengan ayat 31
surat Al Isra ,Al-A’rad :12 Dengan shad:75 Al;Anfal:10 dengan Ali Imran :126.
4.Tafsir
al-Mawdhu’y
Metode tafsir mawdhu’y (tematik) yaitu
metode yang di tempuh oleh seorang mufasir dengan cara menghimpun seluruh
ayat-ayat al Quran yang berboicara tentang sesuatu masalah atau tema
(maudhu)serta mengarah kepada suatu pengertian dan tujuan ,sekalipun ayat-ayat
irtu(cara) turunya berbeda ,tersebar pada berbagai surat dalam al quran dan
berbeda pula waktu dan tempat turunya.
Menurut
Quraish Shihab ,dalam perkembangannya metode mawdhu’y ada dua bentuk penyajia yaitu pertama
menyajikan kotak yang berisi pesab-pesan al Quran yang terfapat pada ayat-ayat
yang terangkum pada satu surat saja.
ISU-ISU AKTUAL DALAM ISLAM
ISU-ISU AKTUAL DALAM
ISLAM
Isu-isu
dalam islam meliputi:
1.
Pluralisme atau kemajemukan.
Pluralisme adalah sikap bersedia menghargai
adanya perbedaan masing-masing pendapat. Disini, perbedaan dipandang sebagai
hak fundamental dari setiap anggota masyarakat. Sebab tanpa pebedaan masyarakat
itu akan stagnan atau cenderung tidak kreatif.
PLURALISME DALAM KAJIAN STUDI ISLAM
Perbedaan harus dipandang sebagai suatu realitas
sosial yang fundamental, yang harus dihargai dan dijamin pertumbuhannya oleh
masyarakat itu sendiri.
Ayat al-qur’an surat al-hujarat
ayat 13 mengajarkan kepada kita semua akan penting dan perlunya memberlakukan perbedaan dan
pluralitas secara arif.
2.
HAM dan Gender
Setidaknya ada tiga prinsip
kehidupan bernegara yang sering kali terkait dan lahir dari suatu filsafat
politik setelah zaman pencerahan yakni, demokrasi, negara hukum, dan
perlindungan kak asasi manusia.
HAM dan Gender dalam studi islam
Sebelum seorang individu
dilahirkan dan setelah meninggal dunia, dai mempunyai hak-hak yang
diformulasikan dan dilindungi oleh hukum. Karena manusia mempunyai hak dan
kemampuan menggunakannya. Berkaitan
denan HAM dan Gender setidaknya ada 5 hal fundamental yang diperjuangkan oleh
banyak kalangan gerakan pembebasan, yaitu:
1)
Hak hidup dan perlindungannya.
2)
Hak memeluk agama.
3)
Hak kekayaan dan penghidupan yang layak.
4)
Hak kehormatan.
5)
Hak politik.
3.
Civil Society
Civil society identik dengan the state (negara), yaiti sebuah
komunitas yang mendominasi sejumlah komunitas lain (cicero). Sedangkan aristoteles
tidak menggunakan istilah civil society tetapi koininie politike, yakni sebuah komunitas politik tempat warga
dapat terlibat langsung dalam pengambilan keputusan.
Civil Society dalam studi islam
Sebelumnya istilah civil society
diterjemahakan dengan “masyarakat warga”
, “masyarakat modern”. Meskipun tidak bisa dikatakan sama persis, dan pastri
ada perbedaan tertentu. Masyaraky madani adalah identik dengan civil society.
Dengan demikian, maka isu-isu kontemporer dalam hal ini civil society dalam
kajian keislaman memberikan penegasan
bagwa konstruksi masyarakat yang memiliki nilai-nilai luhu, dan
didalamnya menjunjung tinggi musyawarah, tentu saja membutuhkan pula
prinsip-prinsip kaedilan.Dalam praktiknya, nilai-nilai islam menjadi dasar bagi semua keputusan tindakan
yang berbeda dalam suatu masyarakat yang mempunyai cita-cita luhur bersama.
PENDEKATAN DALAM STUDI ISLAM
PENDEKATAN DALAM
STUDI ISLAM
1.
PENDEKATAN NORMATIF
Pendekatan normatif adalah sebuah
pendekatan yang lebih menekanakan aspek normatif dalam ajaran islam sebagaimana terdapat dalam al-qur’an dan
as-sunnah. Pendekatan ini lebih melihat dari aspek idealitas ajaran islam.
Pendekatan normatif dalam studi
islam telah melahirkan banyak karya yang berkaitan dengan tafsir, sunnah dan
keilmuwan naqli seperti fikih, kalam dan tasawuf.
2.
PENDEKATAN SEJARAH
Pokok denotatif
pembicaraan ini diawali dengan penjelasan islam sebagai gejalasosial atau
fenomena yang menyejarah.
Latar Belakang Kehadiran Masalah
Kehadiran islam
tidak terlepas dari konteks sosial dan budaya masyarakat arab yang
melatarbelakanginya.
3.
PENDEKATAN SOSIOLOGI DAN ANTROPOLOG
Fokus
pendekatan dalam studi islam adalah memahami islam sebagai fenomena yang
menyejarah dalam sosial dan budaya. Sementara pendekatan antropologinya dilihat daari dinamika perspektif dari
individu-individu didalam memahami ajaran islam.
4. PENDEKATAN
HERMENEUTIK
Secara umum dapat
dikatakan bahwa hermeneutik merujuk pada tori penafsiran, baik yang ditafsirkan
itu teks atau sesuatuyang diperlakukan sebagaimana teks. Hermeneutika adalah
suatu pemahaman terhadap pemahan yang dilakukan oleh seseorang dengan menelaah
proses asumsi-asumsi yang berlaku dalam pemahaman tersebut dan yang termasuk
konteks yang melingkupi dan mempengaruhi proses tersebut.
5. PENDEKATAN
FENOMENOLOGI
Pendekatan
fenomenologi adalah menyaring fakta penampakan anatara sesuatu.
6. PENDEKATAN
ILMU-ILMU KEALAMAN
Sains dalam
konteks ilmu kealaman dan agama adalah dua hal yang semakin memainkan peranan
penting dalam kehidupan manusia.pekaembanagan sains didunia moderntidak berarti
menurunnya pengaruh agama dalam kehidupan manusia.
tafsir ayat kursi
“Allah tidak ada Ilah melainkan Dia Yang Hidup kekal lagi terus
menerus mengurus (makhluk-Nya); tidak mengantuk dan tidak tidur.
Kepunyaan-Nya apa yang di langit dan di bumi. Siapakah yang dapat
memberi syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya, Allah mengetahui apa-apa
yang di hadapan mereka dan di belakang mereka, dan mereka tidak
mengetahui apa-apa dari ilmu Allah melainkan apa yang dikehendaki-Nya.
Kursi Allah meliputi langit dan bumi. Dan Allah tidak merasa berat
memelihara keduanya, dan Allah Maha Tinggi lagi Maha Besar.” (Q.s.,al-Baqoroh)
Temanya
Yaitu, mengagungkan Allah, menyinggung perihal bertauhid kepada-Nya dan Qudrat-Nya
Keutamaannya
Rasulullah SAW., menginformasikan kepada kita bahwa ayat kursi merupakan ayat yang paling agung di dalam al-Qur’an karena memuat makna-makna tauhid, pengagungan serta keluasan sifat-sifat Allah Ta’ala.dan ayat ini mengajarkan kita tentang tujuan hidup dan kekuatan, kita percaya bahwa Allah akan melindungi kita selagi kita masih teguh dalam agamaNya
Temanya
Yaitu, mengagungkan Allah, menyinggung perihal bertauhid kepada-Nya dan Qudrat-Nya
Keutamaannya
Rasulullah SAW., menginformasikan kepada kita bahwa ayat kursi merupakan ayat yang paling agung di dalam al-Qur’an karena memuat makna-makna tauhid, pengagungan serta keluasan sifat-sifat Allah Ta’ala.dan ayat ini mengajarkan kita tentang tujuan hidup dan kekuatan, kita percaya bahwa Allah akan melindungi kita selagi kita masih teguh dalam agamaNya
Kandungan Ayat Semua ayat ini
mengandung faedah, bahkan tiap katanya mengandung banyak sekali faedah.
Diantara yang paling penting dan besar adalah:
a. Bahwa ayat Kursi merupakan ayat yang paling agung
di dalam Kitabullah secara umum karena ia memuat banyak sekali asma-asma
Allah dan sifat-sifat-Nya.
b. Kesempurnaan Qayyûm-Nya, Qudrat-Nya, keluasan
kekuasaan dan keagungan-Nya sehingga hal ini mengajak kita untuk
mentadabburi dan merenungkannya.
c. Bahwa tidak terselubung dan luput satupun yang
tersembunyi di muka bumi ataupun di langit oleh Allah Ta’ala “Allah
mengetahui apa-apa yang di hadapan mereka dan di belakang mereka.” Hal
ini mengandung konsekuensi keharusan seorang Muslim untuk menghayatinya
di dalam seluruh kehidupannya.
d. Menetapkan adanya syafa’at dan bahwa ia tidak akan
dapa diraih kecuali dengan beberapa persyaratan, diantaranya idzin dan
ridla-Nya terhadap hal yang disyafa’ati, “Siapakah yang dapat memberi
syafa’at di sisi Allah tanpa izin-Nya.”
PENDEKATAN STUDY ISLAM
A. Pengertian Pendekatan
Dalam Kamus Bahasa Indonesia, pendekatan adalah “1). Proses perbuatan,
cara mendekati, 2). Usaha dalam rangka aktivitas penelitian untuk
mengadakan hubungan dengan orang yang diteliti; metode- metode untuk
mencapai pengertian tentang masalah penelitian.Dalam bahasa Inggris,
pendekatan diistilahkan dengan:“ approach” dan dalam bahasa Arab disebut
dengan “ madkhal ”.
Secara terminology, Mulyanto Sumardi menyatakan, bahwa pendekatan selalu
terkait dengan tujuan, metode, dan tekhnik. Adapun yang dimaksud dengan
pendekatan disini adalah cara pandang atau paradigma yang terdapat
dalam suatu bidang ilmu yang selanjutnya digunakan dalam memahami agama.
B. Pendekatan – pendekatan dalam Studi Islam
Untuk lebih jelas berbagai pendekatan tersebut dapat dikemukakan sebagai berikut :
1. Pendekatan Antropologis
Dilihat dari definisi, antropologi adalah ilmu yang mengkaji manusia dari aspek cara melakukan aktivitas kebudayaannya.
Pendekatan antropologi dalam memahami agama berangkat dari proposisi
bahwa agama tidak berdiri sendiri. Ia selalu berhubungan erat dengan
pemeluknya. Karena Setiap pemeluk agama memiliki sistem budaya dan
kultur masing-masing. Melalui pendekatan ini, agama tampak akrab dan
dekat dengan masalah- masalah yang dihadapi manusia dan berupaya
menjelaskan dan memberikan pemecahan masalahnya.
Islam sebagai agama yang dibawa oleh Rasulullah SAW sampai saatnya kini
telah melalui berbagai dimensi budaya dan adat istiadat. Masing-masing
negeri memiliki corak budayanya masing-masing dalam mengekspresikan
budayanya.
Nilai- nilai keagamaan akan terwujud dalam kehidupan masyarakat.
Seperti mengenai agama abangan, priyayi, dan santri adalah kajian
mengenai keyakinan- keyakinan agama dalam kehidupan masyarakat Jawa
sesuai dengan konteks lingkungan hidup dan kebudayaan masing- masing.
2. Pendekatan Sosiologis
Memahami agama islam dengan pendekatan sosiologi terkait erat dengan
bagaimana implikasi, aplikasi dan dampak ajaran agama dalam tata
kehidupan yang nyata, baik dalam skala individual, keluarga , kelompok,
komunitas maupun bangsa dan negara. Sosiologi dapat digunakan sebagai
salah satu pendekatan, banyak bidang kajian agama yang dapat di pahami
jika menggunakan jasa bantuan dari ilmu sosiologi ( karena ajaran agama
banyak sekali berkaitan dengan masalah sosial ). Misalnya, bagaimana
pengaruh ajaran agama terhadap nilai-nilai luhur, tradisi,
kebiasaan-kebiasaan dalam suatu bangsa dan sebagainya. Bagaimana
kerjasama antara umat beragama , seberapa jauh ajaran agama mendasari
dan menjiwai serta memberikan pedoman dalam kehidupan keseharian
umatnya, bagaimana interaksi antara ajaran agama dan ajaran yang
bersumber nonagama dan seterusnya. Demikian juga persoalan keterkaiatan
antara ajaran agama dengan struktur sosial budaya,kekuasaan,
pemerintah,politik, ekonomi dan sebagainya.
Implementasi pengamalan agama antara masyarakat pedesaan dengan
masyarakat perkotaan juga menjadi hal yang menarik diteliti dari sudut
sosiologi. Hubungan sosial masyarakat pedesaan sangat harmonis dan
akrab. Namun diperkotaan, suasana seperti ini jarang ditemui.
3. Pendekatan Filosofis
Secara harfiah, kata filsafat berasal dari kata Philo yang berarti cinta
kepada kebenaran, ilmu, dan hikmah. Selain itu filsafat dapat pula
berarti mencari hakikat sesuatu. Dari definisi tersebut, dapat diketahui
bahwa filsafat pada intinya berupaya menjelaskan inti, hakikat , atau
hikmah di balik sesuatu yang berada di luar objek.
Berpikir filosofis, dapat di gunakan dalam memahami ajaran agama, dengan
maksud agar hikmah atau hakikat atau inti dari ajaran agama dapat
dimengerti dan dipahami.Pendekatan filosofis yang demikain itu sudah
banyak dilakukan oleh para ahli. Misalnya dalam buku berjudul Hikmah Al-
Tasyri’ wa Falsafatuhu yang ditulis oleh Muhammad Al- Jurawi. Dalam
buku tersebut Al- Jurawi berupaya mengungkapkan hikmah yang terdapat
dalam ajaran- ajaran agama Islam. Contoh : Ajaran agama misalnya
mengajarkan agar melaksanakan shalat berjamaah. Tujuannya antara lain
adalah agar seseorang mersakan hikmah hidup secara berdampingan dengan
orang lain.
4. Pendekatan Historis
Sejarah atau historis adalah suatu ilmu yang didalamnya di bahas
berbagai peristiwa dengan memperhatikan unsur tempat, waktu, objek,
latar belakang, dan pelaku dari peristiwa tersebut.
Pendekatan sejarah dalam memahami agama bertolak dari prinsip bahwa
agama memiliki perjalanan sejak ia dilahirkan sampai perkembangannya
hingga sekarang. Dalam pejalanan sejarah ada agama yang bertahan sampai
saat ini namun ada juga yang hilang ditelan sejarah.
Pendekatan sejarah dalam memahami agama dapat membuktikan apakah agama
itu masih tetap pada orientasinya seperti ketika ia baru muncul atau
sudah bergeser jauh dari prinsip-prinsip utamanya. Bila hal itu
dihubungkan dengan agama islam maka ia dapat dimasukan pada kategori
agama yang bertahan konsisten dengan ajaran seperti pada masa awalnya.
SENI DALAM ISLAM
Hakikat Seni Dalam Islam
seni Islam merupakan hasil dari pengejawantahan Keesaan pada bidang keanekaragaman. Artinya seni Islam sangat terkait dengan karakteristik-karakteristik tertentu dari tempat penerimaan wahyu al-Qur’an yang dalam hal ini adalah masyarakat Arab. Jika demikian, bisa jadi seni Islam adalah seni yang terungkap melalui ekspresi budaya lokal yang senada dengan tujuan Islam.Sementara itu, bila kita merujuk pada akar makna Islam yang berarti menyelamatkan ataupun menyerahkan diri, maka bisa jadi yang namanya seni Islam adalah ungkapan ekspresi jiwa setiap manusia yang termanifestasikan dalam segala macam bentuknya, baik seni ruang maupun seni suara yang dapat membimbing manusia kejalan atau pada nilai-nilai ajaran Islam.
seni juga dapat di definisikan sebagai penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia,
dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi kedalam bentuk yang dapat
ditangkap oleh indra pendengaran (seni suara), penglihatan (seni lukis
dan ruang), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari dan
drama). Dari
difinisi yang kedua ini bisa jadi seni Islam adalah ekspresi jiwa kaum
muslim yang terungkap melalui bantuan alat instrumental baik berupa
suara maupun ruang. Hal ini juga bisa kita lihat dalam catatan sejarah
bahwa dalam perkembangannya baik seni suara maupun ruang
termanifestasikan.
Dengan definisi demikian, maka setiap perkembangan seni baik pada masa
lampau maupun masa kini bisa dikatakan seni Islam asalkan memenuhi
kerangka dasar dari difinisi-difinisi di atas. Dengan kata lain, seni
bisa kita kategorikan seni Islam bukan terletak pada dimana dan kapan
seni tersebut termanifestasikan, melainkan pada esensi dari
ajaran-ajaran Islam yang terejahwantah dalam karya seni tersebut.
TAFSIR SURAT AL QURAISY
TAFSIR SURAT AL QURAISY
pengertian menurut 'Abdurrahman bin Zaidbin aslam Kami
menghalangi pasukan Gajah memasuki
kota Makkah, dan Kami binasakan
penduduknya karena kebiasaan
orang-orang Quraisy, yakni karena kebiasaan dan perkumpulan
mereka di negeri mereka (Makkah) dalam keadaan aman sentosa. Ada juga
yang menyatakan bahwa yang dimaksudkan dengan hal itu adalah
kebiasaan mereka melakukan perjalanan pada waktu musim dingin ke
kota Yaman dan pada musim panas ke kota Syam untuk berdagang dan
keperluan lainnya. Kemudian mereka kembali ke negeri mereka dengan aman
dalam perjalanan mereka karena keagungan mereka dalam pandangan
orang-orang, sebab mereka termasuk penduduk tanah suci Allah (Makkah). Orang yang mengetahui mereka pasti akan menghormati mereka. Bahkan orang yang ikut berjalan dengan mereka pun merasa aman. Demikianlah keadaan
mereka dalam perjalanan mereka, baik pada
waktu musim dingin maupun
musim panas
Pengertian Studi Islam
STUDI
ISLAM
Studi Islam secara etimologis merupakan
terjemahan dari Bahasa Arab Dirasah
Islamiyah. Sedangkan Studi Islam di barat dikenal
dengan istilah Islamic Studies. Maka studi Islam secara harfiah adalah kajian
mengenai hal-hal yang berkaitan dengan Islam. Makna ini sangat umum sehingga
perlu ada spesifikasi pengertian terminologis tentang studi Islam dalam kajian
yang sistematis dan terpadu. Dengan perkataan lain, Studi Islam adalah usaha
sadar dan sistematis untuk mengetahui dan memhami serta membahas secara
mendalam tentang seluk-beluk atau hal-hal yang berhubungan dengan agama Islam,
baik berhubungan dengan ajaran, sejarah maupun praktik-praktik pelaksanaannya
secara nyata dalam kehidupan sehari-hari, sepanjang sejarahnya.
Studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada tiga hal: 1) Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri, 2) Islam dapat dimaknai yang mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, sebab ajaran Islam pada hakikatnya membimbing manusia untuk berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan, 3) Islam bermuara pada kedamaian.
Studi Islam diarahkan pada kajian keislaman yang mengarah pada tiga hal: 1) Islam yang bermuara pada ketundukan atau berserah diri, 2) Islam dapat dimaknai yang mengarah pada keselamatan dunia dan akhirat, sebab ajaran Islam pada hakikatnya membimbing manusia untuk berbuat kebajikan dan menjauhi semua larangan, 3) Islam bermuara pada kedamaian.
Usaha mempelajari agama Islam tersebut dalam kenyataannya
bukan hanya dilaksanakan oleh kalangan umat Islam saja, melainkan juga
dilaksanakan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Studi keislaman di
kalangan umat Islam sendiri tentunya sangat berbeda tujuan dam motivasinya
dengan yang dilakukan oleh orang-orang di luar kalangan umat Islam. Di kalangan
umat Islam, studi keislaman bertujuan untuk memahami dan mendalami serta
membahas ajaran-ajaran Islam agar mereka dapat melaksanakan dan mengamalkannya
dengan benar. Sedangkan di luar kalangan umat Islam, studi keislaman bertujuan
untuk mempelajari seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan yang berlaku
di kalangan mat Islam, yang semata-mata sebagai ilmu pengetahuan (Islamologi).
Namun sebagaimana halnya dengan ilmu-ilmu pengetahuan pada umumnya, maka ilmu
pengetahuan tentang seluk-beluk agama dan praktik-praktik keagamaan Islam
tersebut bisa dimanfaatkan atau digunakan untuk tujuan-tujuan tertentu, baik
yang bersifat positif maupun negative.
Para ahli studi keislaman di luar kalangan umat Islam
tersebut dikenal dengan kaum orientalis (istisyroqy), yaitu orang-orang
Barat yang mengadakan studi tentang dunia Timur, termasuk di kalangan dunia
orang Islam. Dalam praktiknya, studi Islam yang dilaukan oleh mereka, terutama
pada masa-masa awal mereka melakukan studi tentang dunia Timur, lebih
mengarahkan dan menekankan pada pengetahuan tentang kekurangan-kekurangandan
kelemahan-kelemahan ajaran agama Islam dan praktik-praktik pemgalaman ajaran
agama Islam dalam kehidupan sehari-hari uamat Islam. Nmaun, pada masa
akhir-akhir ini banyak juga di antara para orientalis yang memberikan
pandangan-pandangan yang objektif dan bersifat ilmiah terhadap Islam dan
umatnya. Tentu saja pandangan-pandangan yang demikian itu kan bisa bermanfaat
bagi pengembangan studi-studi keislaman di kalangan umat Islam sendiri.
Kenyataan sejarah menunjukkan (terutama setelah masa
keemasan Islam dan umat Islam sudah memasuki masa kemundurannya) bahwa
pendekatan studi Islam yang mendominasi kalangan umat Islam lebih cenderung
bersifat subjektif, apologi, dan doktriner, serta menutup diri terhadap
pendekatan yang dilakukan orang luar yang bersifat objektif dan rasional. Dengan
pendekatan yang bersifat subjektif apologi dan doktriner tersebut, ajaran agama
Islam yang bersumber dari al-Qur’an dan hadits –yang pada dasarnya bersifat
rasional dan adaptif terhadap tuntutan perkembangan zaman- telah berkembang
menjadi ajaran-ajaran yang baku dan kaku serta tabu terhadap sentuhan-sebtuhan
rasional, tuntutan perubahan, dan perkembangan zaman. Bahkan kehidupan serta
keagamaan serta budaya umat Islam terkesan mandek, membeku dan ketinggalan
zaman. Ironisnya, keadaan yang demikian inilah yang menjadi sasaran objek studi
dari kaum orientalis dalam studi keislamannya.
Dengan adanya kontak budaya modern dengan budya Islam,
mendorong para Ulama’ tersebut untuk bersikap objektif dan terbuka terhadap
pandangan luar yang pada gilirannya pendekatan ilmiah yang bersifat rasional
dan objektif pun memasuki dunia Islam, termasuk pula dalam studi keislaman di
kalangan umat Islam sendiri. Maka, dengan menampilkan kajian yang objektif dan
ilmiah, maka ajaran-ajaran Islam yang diklaim sebagai ajaran universal bisa
menjadi berkembang dan menjadi sangat relevan dan dibutuhkan oleh umat Islam
serta betul-betul mampu menjawab tantangan zaman
Tujuan Studi Islam
Studi Islam, sebagai usaha untuk mempelajari secara
mendalam tentang Islam dan segala seluk-beluk yang berhubungan dengan agama
Islam, sudah tentu mempunyai tujuan yang jelas, yang sekaligus menunjukkan
kemana studi Islam tersebut diarahkan. Dengan arah dan tujuan yang jelas itu,
maka dengan sendirinya studi Islam akan merupakan uasha sadar dan tersusun
secara sistematis.
Adapun arah dan tujuan studi Islam dapat dirumuskan
sebagai berikut: 1) Untuk mempelajari secara mendalam tentang apa sebenarnya
(hakikat)agama Islam itu, dan bagaimana posisi serta hubungannya dengan
agama-agama lain dalam kehidupan budaya manusia; 2) Untuk mempelajari secara
mendalam pokok-pokok isi ajaran agama Islam yang asli, dan bagaimana penjabaran
serta operasionalisasinya dalam pertumbuhan dan perkembangan budaya dan
peradaban Islam sepanjang sejarahnya; 3) Untuk mempelajari secara mendalam
sumber dasar ajaran agama islam yang tetap abadi dan dinamis, dan bagaimana
aktualisasinya; 4) Untuk mempelajari secara mendalam prinsip-prinsip dan
nili-nilai dasar ajaran agama Islam, dan bagaimana realisasinya dalam
membimbing dan mengarahkan serta mengontrol perkembangan budaya dan peradaban
manusia pada zaman modern ini.
Selanjutnya dengan tujuan-tujuan tersebut diharapkan agar
studi Islam akan bermanfaat bagi peningkatan usaha pembaruan dan pengembangan
kurikulum pendidikan Islam pada umumnya, dalam usaha transformasi kehidupan
sosial buday sert agama umt Islam sekarang ini, menuju kehidupan sosial-budaya
modern pada generasi-generasi mendatang, sehingga misi Islam sebagai rahmah
lil ‘alamin dapat terwujud dalam kehidupan nyata di dunia global.
PENGERTIAN ISLAM
Islam (Arab: al-islām, الإسلام dengarkan (bantuan·info): "berserah diri kepada Tuhan") adalah agama yang mengimani satu Tuhan, yaitu Allah. Dengan lebih dari satu seperempat miliar orang pengikut di seluruh dunia,[1][2] menjadikan Islam sebagai agama terbesar kedua di
dunia setelah agama Kristen.[3] Islam memiliki arti "penyerahan", atau
penyerahan diri sepenuhnya kepada Tuhan (Arab: الله,
Allāh).[4] Pengikut ajaran Islam dikenal dengan sebutan Muslim yang berarti "seorang yang tunduk kepada
Tuhan"[5][6], atau lebih lengkapnya adalah Muslimin bagi laki-laki
dan Muslimat bagi perempuan. Islam mengajarkan bahwa Allah
menurunkan firman-Nya kepada manusia melalui para nabi dan rasul utusan-Nya, dan meyakini dengan sungguh-sungguh bahwa
Muhammad adalah nabi dan rasul terakhir yang diutus
ke dunia oleh Allah.
02:34
Jika menengok
sejarah agama-agama, dengan mudah akan dapat diketemukan fakta yang menunjukkan
bahwa banyak agama mengalami persebaran hingga keluar jauh dari wilayah asal
pertumbuhannya. Bahkan tak
jarang, suatu agama justru dapat berkembang dengan jumlah pengikut yang lebih
besar di wilayah lain di luar wilayah asalnya. Proses persebaran ini, seperti
dituturkan Park dapat mengambil pola-pola sebagai berikut:
Pertama, ekspansi, baik melalui kontak langsung (contagious) maupun hirarkis (hierarchical); Kedua, pola relokasi. Bersamaan dengan aliran persebaran tersebut, terjadilah proses perubahan dari segi pemahaman maupun praktek yang menunjukkan perbedaan karena faktor lokalitas dan tokohnya. Artinya, banyak agama mengalami perubahan dari aslinya ketika berkembang di wilayah lain. Faktor budaya dan kebiasaan lokal kerap memberi pengaruh terhadap bentuk kepercayaan dan perilaku keberagamaan sehingga muncul fenomena aliran-aliran. Fenomena ini tak terkecuali berlangsung juga dalam tradisi dan komunitas muslim. Untuk memotret hal ini menarik dicermati ulasan Harun Nasution yang menyebutkan bahwa dinamika kesejarahan Islam secara garis besar dapat dibagi ke dalam 3 (tiga) periode besar perkembangan: (1) klasik; (2) pertengahan; dan (3) modern.
Pada periode klasik (650-1250 M), Islam mengalami dua fase penting: (1) Fase ekspansi, integrasi dan puncak kemajuan (650-1000 M). Di fase inilah Islam di bawah kepemimpinan para khalifah mengalami perluasan pengaruh yang sangat signifikan, kearah Barat melalui Afrika Utara Islam mencapai Spanyol dan kearah Timur melalui Persia Islam sampai ke India. Masa ini juga ditandai dengan perkembangan ilmu pengetahuan (di bidang agama maupun non agama) dan kebudayaan. Dalam bidang hukum dikenal para imam mazhab seperti Malik, Abu Hanifah, Syafi’i, dan Ibn Hanbal. Di bidang teologi dikenal tokoh-tokoh seperti Abu Hasan al-Asy’ari, al-Maturidi, Wasil ibn Atha’ al-Mu’tazili, Abu al-Huzail, al-Nazzam dan al-Juba’i. Di bidang ketasawwufan dikenal Dzunnun al-Misri, Abu Yazid al-Bustami, al-Hallaj dan lainnya lagi. Sementara dalam bidang filsafat dan ilmu pengetahuan kita mengenal al-Kindi, al-Farabi, Ibn Sina, Ibn Miskawaih, Ibn al-Haytsam, Ibn Hayyan, al-Khawarizmi, al-Mas’udi dan al-Razi; (2) Fase disintegrasi (1000-1250 M) yang ditandai dengan perpecahan dan kemunduran politik umat Islam hingga berpuncak pada terenggutnya Baghdad oleh bala tentara Hulagu di tahun 1258 M.
Periode pertengahan (1250-1800 M) dapat dibaca juga dalam dua fase penting: (1) Fase kemunduran (1250-1500 M) yang penuh diwarnai perselisihan yang terus meningkat dengan sentiman mazhabiyah (antara Sunni dan Syi’ah) maupun sentimen etnis (antara Arab dan Persia). Pada masa inilah dunia Islam terbelah yang kemudian diperparah dengan meluasnya pandangan bahwa pintu ijtihad telah tertutup. Sementara perhatian terhadap dunia ilmu pengetahuan melemah, kekuatan Kristen (dimana Perang Salib telah dimaklumatkan oleh Paus Urbanus II sejak dalam Konsili Clermont tahun 1095 M) justru kian menekan dunia Islam; (2) Fase tiga kerajaan besar (1500-1800 M). Yang dimaksud disini adalah kerajaan Usmani (Ottoman Empire) di Turki, kerajaan Safawi di Persia dan kerajaan Mughal di India. Pada masa kejayaannya, masing-masing kerajaan ini memiliki keunggulan khas di bidang literatur dan arsitektur sebagaimana terlihat melalui keindahan masjid-masjid dan bangunan lainnya yang lahir ketika itu. Sedangkan perhatian pada riset ilmu pengetahuan masih terbilang sangat kurang sehingga turut memberi kontribusi pada menurunnya kekuatan militer sekaligus politik umat Islam. Sisi lain, dunia Kristen dengan kekayaan yang terus berlimpah yang diangkut dari Amerika dan Timur Jauh semakin maju baik dalam bidang ilmu pengetahuan dan kekuatan militernya. Maka sejarah akhirnya mencatat, kerajaan Usmani terpukul kalah di wilayah Eropa, kerajaan Safawi terdesak oleh suku-suku Afghan, dan kerajaan Mughal kian mengkerut ditekan raja-raja India. Puncaknya, Mesir sebagai salah satu simbol dan pusat peradaban Islam ketika itu runtuh di bawah penaklukan Napoleon di tahun 1798 M.
Periode modern (1800 M dan seterusnya) dikenal sebagai era kebangkitan kembali umat Islam. Kekalahan demi kakalahan tampaknya mulai menyadarkan dunia Islam bahwa dunia Barat telah mengalami kemajuan sedemikian tinggi yang takkan mungkin terlawan dengan mengandalkan kekuatan di berbagai aspeknya yang berada dalam keadaan lemah ketika itu. Dari sinilah muncul ide-ide pembaharuan yang bermaksud merekonstruksi keadaan dan kualitas umat Islam sehingga memiliki kepercayaan diri dalam menghadapi ekspansi militer, politik imperialis, dan juga peradaban kolonial Barat yang semakin massif.
REDEFINISI
Menerjemahkan sebuah istilah yang tidak ditemukan koridor
jelas merupakan sebuah persoalan rawan polemik. Kita yang sudah berabad-abad
lampau mentradisikan rujukan karya-karya orang-orang mulia sebagai kiblat
pemikiran, dipaksa harus berpikir sejenak ketika banyak karya baru yang kini
disodorkan di tengah-tengah kita. Kesulitan kita untuk mengikat pengenyam fiqh
dengan tali simpul normatif versi syariat mungkin justru akan menjadi bumerang.
Karena ketidak tegasan sikap kita akan dipahami sebagai bagian dari melegalkan
kebebasan membaca tanpa batas yang jelas berakibat penetrasi pemikiran
"kurang bertanggung jawab" akan semakin leluasa.
Harus kita pahami, mencuatnya persoalan ini adalah dari
usaha memahami kerangka dasar ahl as-sunnah wa al-jama'ah sekaligus tataran
prakteknya dalam berbagai aspek. Dalam arti, pengejawantahan prinsip ما
أنا عليه وأصحابي harus secara universal, baik dalam
akidah, syariah dan aspek-aspek lain termasuk perangkat-perangkatnya. Hal ini,
menurut Abî Sa'id al-Khâdimî, menghantarkan pada sebuah pemahaman bahwa ahl
as-sunnah wa al-jama'ah bukan hanya sekedar klaim, akan tetapi harus disertai
pembuktian ucapan dan perbuatan yang diselaraskan dengan al-Qur'an dan
as-Sunnah. Dan di masaku ini, kata al-Khâdimî, hal itu dapat dilihat dari
keselarasan dengan kitab besar seperti Shahih Bukhari dan
Muslim atau karya-karya terpercaya lainnya (Al-Barîqah syarh
at-Tharîqah, hal. 111-112).
Fenomena ini dapat kita sikapi dengan mencover telaah
ulama-ulama terdahulu yang kami rasa tingkat akurasinya sangat bisa
dipertanggung jawabkan.
Kita mulai dengan dasar-dasar pemikiran tentang standarisasi
rujukan dalam tataran bermadzhab.
& Madzhab Mudawwan Dan Ghairu Mudawwan
Persoalan ini meskipun sederhana namun sebenarnya paling
urgen. Artinya, keakuratan data serta otentifikasi telaah pemikiran ulama yang
hidup jauh sebelum kita jelas sangat terjamin apabila banyak dijumpai
karya-karyanya untuk kita jadikan rujukan. Imam al-Haramain menuqil dari
kalangan muhaqqiqin menyampaikan, prioritas tadwin terutama
diperuntukkan untuk kalangan awam. Karena dari pemikiran yang tidak mudawwan,
nilai ke-tsiqah-annya jelas dipertanyakan, dan pendapat ini didukung
Ibn as-Shalah. Menurut sebagian kalangan seperti Ibn as-Subki tidak membatasi
dengan tadwin dan tidaknya sebuah pemikiran. Akan tetapi menurutnya,
secara umum kedua kubu ini menyepakati, bahwa ketika masih dimungkinkan kita
mempelajari detail tentang pemikiran madzhab selain madzhahib al-arba'ah hingga
ditemukan pemahaman utuh, maka bagi kita diperbolehkan menggunakannya.
Pertanyaannya, apakah hal ini mungkin terjadi untuk saat ini ?. Paling obyektif
kalau kita katakan, tidak mungkin. Dan dengan melihat hal ini sangat tepat kita
tempatkan persyaratan tadwin sebagai kunci utama dalam sebuah rujukan
madzhab (lihat. At-Taqrîr wa at-Tahbîr, juz. III h. 354 dan al-Fatawi
al-Kubra, juz. IV h. 308).
& Kualitas Dan Kemasyhuran Sebuah Madzhab
Dua hal ini merupakan satu paket syarat yang saling terkait.
Dalam arti, langkah antisipatif mempertanggungjawabkan sebuah pemikiran
(madzhab) adalah dengan melihat kualitas kajian yang tentunya tidak lepas dari
dedikasi pengkaji. Dan hal ini hanya bisa dilakukan oleh mereka yang bertitel
mujtahid. Yakni mereka yang betul-betul paham tentang metode inferensi (istinbath)
dengan segala infrastrukturnya yang begitu rumit. Selama ini, jujur saja belum
ada manusia-manusia sekaliber mereka. Dan yang kita temui belakangan ini
hanyalah klaim dan perasaan sekelas dari mereka yang kapasitasnya hanya layak
kita juluki muqallid atau bahkan kelas awam. Di samping itu, intensitas
penukilan sebuah pemikiran juga semakin menopang keabsahan sebuah madzhab.
Terutama ketika sudah mencapai fase masyhur.
As-Syaikh Muhammad Ali bin Husain al-Makiy memaparkan bahwa
kemasyhuran sebuah madzhab merupakan penilaian lain selain tadwin, dan
hal inilah yang mendasari mayoritas ulama cenderung tidak melegalkan selain
madzahib al-arba'ah sebagai bahan rujukan. Karena melihat realitas lapangan,
empat madzhab inilah yang secara intensif dikembangkan dan masyhur di beberapa
negara. Sehingga menurut beliau, masih ada toleransi untuk madzhab selain
madzahib al-arba'ah ketika dijumpai masyhur di sebagian daerah, sebagaimana
madzhab Zaid bin 'Ali yang masyhur di sebagian Yaman. Namun menurut beliau,
selain masyhur, isi dari kitab-kitab kalangan Zaidiyah mayoritas senada dengan
pemikiran kalangan Hanafiyah dan Syafi'iyyah. Dan karena hal inilah mereka
boleh mempergunakan pemikiran Zaidiyah sebatas di kawasan mereka (Inârah
ad-Duja hal. 33-34).
& Sanad Dan Keaslian Sebuah Madzhab
Kepentingan sanad dalam sebuah karangan adalah membedakan
pemikiran yang masih membawa dasar-dasar jelas dan pemikiran baru yang
diwacanakan meskipun terkadang sejalan. Karena menurut dasar-dasar fiqh kita,
ijtihad yang diwacanakan orang-orang yang tidak berkompeten (mustaufi li
as-syurûth) selamanya tidak akan diakui meskipun hasilnya selaras dengan
madzhab yang telah ada. Faedah lain adalah untuk membuktikan pengakuan bahwa
sebuah kutipan adalah dari madzhab-madzhab terdahulu yang diakui. Dalam arti,
madzhab-madzhab selain madzhahib al-arba'ah yang sudah kehilangan intensitas
penukilan atau dapat kita katakan tidak masyhur meskipun mudawwan,
memerlukan persyaratan ini sebagai pembuktian keotentikannya (baca, Inârah
ad-Duja hal. 33-34).
Selain hal di atas, kitab-kitab yang hanya berisi penukilan
dan bukan mewacanakan ijtihad baru, semestinya tetap harus diklarifikasi
tingkat keadilan dan kejujuran pengarangnya. Karena disinyalir, meskipun dia
tidak mewacanakan ijtihad baru, menyampaikan sebuah pemikiran tentunya sangat mungkin
terjadi pengurangan, penambahan atau bahkan kebohongan (baca, Inârah ad-Duja
hal. 33-34, Qawâ'id al-Fiqh Li Muhammad 'Amîmi, juz. I h. 565 dan Is'âd
ar-Rafîq, juz. II. H. 90-91).
& Tema Dan Isi Sebuah Rujukan
Setiap kajian menuntut pertanggung jawaban moral, baik
kepada Allah maupun kepada sesama. Sehingga demi memenuhi pertanggung jawaban
ini, syariat sangat tidak mengijinkan umat Islam melemparkan ataupun
mengkonsumsi wacana-wacana yang sudah melewati koridor moral semacam ini.
Secara garis besarnya, setiap wacana tidak diperbolehkan menyalahi al-Qur'an,
al-Sunnah serta kesepakatan hukum ulama-ulama terdahulu. Mengenai hal ini,
Ar-Rafi'i memberikan garis batas muatan-muatan ilmu yang terlarang dengan
statemennya.
كل علم يشتمل على عقيدة باطلة أو
تخييل أو تدليس أو تصوير أو ضرر أو دعوى علم غيب أو نهى عنه الشرع فهو حرام
&
Konklusi Devinisi Kutub
Al-Mu'tabarah
Sebenarnya syariat hanya menggaris bawahi, bahwa rujukan
yang diperbolehkan untuk kita jadikan pedoman adalah Al-Kutub al-Mautsuq fi Shihatih (rujukan yang diakui
keotentikannya). Dan bahasa inilah yang sering kita istilahkan dengan Kutub
al-Mu'tabarah. Namun dalam tataran penerapan dalam berbagai jenis rujukan,
dapat kita jabarkan dalam beberapa klasifikasi sebagai berikut.
v Pertama, Rujukan Dari Madzhab-Madzhab Masyhur.
Dalam
hal ini, kitab maupun wacana yang disandarkan pada madzhab-madzhab ini semuanya
dapat dijadikan rujukan, meskipun di luar madzahib al-arba'ah. Hanya saja jika
tingkat kemasyhurannya terbatas pada kawasan tertentu, pemikiran dari sebuah
madzhab masyhur tidak bisa dibawa keluar sebagai bahan rujukan.
Dan
untuk kitab-kitab hasil dari penukilan bukan dari ijtihad harus memenuhi syarat
penukilnya termasuk adil ataupun tsiqah.
v Kedua, Rujukan Dari Madzhab-Madzhab Yang Tidak
Masyhur.
Untuk
jenis ini perlu kita telusuri melalui uji kelayakan madzhab, mulai dari sanad
maupun kandungan ajarannya. Baru kemudian bisa kita katagorikan mu'tabarah.
v Ketiga,
Rujukan Non Madzhab.
Khusus
untuk bagian ini, kami rasa perlu kita berikan batasan-batasan tertentu sebelum
kita berani menilainya sekelas dengan kutub al-mu'tabarah. Di antara batasannya
adalah :
ü Tidak berseberangan dengan
al-Qur'an, as-Sunnah dan kesepakatan ulama.
ü Isi dan kandungannya jelas
dan tidak ilegal.
ü Di dukung oleh dalil umum
yang selaras.
Langganan:
Postingan (Atom)